• MOLA HIDATIDOSA




    MOLA HIDATIDOSA


    definisi MOLA HIDATIDOSA
    Mola Hidatidosa

     

    1.      Definisi

    Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung - gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (7)

    Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.

    Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin(hCG)

               

    2.      Etiologi

    Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah:
    1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluarkan.
    2. Imunoselektif dari tropoblast.
    3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
    4. Paritas tinggi.Kekurangan protein.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas

    3.      Patofisiologi

    Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
    1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.
    2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
    Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast

    Teori missed abortion
    Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredaran darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
    • Teori neoplasma dari Park
      Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
    • Studi dari Hertig
      Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.

    4.      Tanda gejala

    ·         Adanya tanda-tanda kehamilan disertai perdarahan. Perdarahan ini bias intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian. Karena perdarahan ini maka umumnya penderita mola hidatidosa masuk rumah sakit dalam keadaan anemia.

    ·         Hiperemesis gravidarum.

    ·         Tanda-tanda pre eklampsia pada trimesteer I.

    ·         Tanda-tanda tirotoksikosis.

    ·         Kista lutein unilateral / bilateral.

    ·         Umumnya uterus lebih besar dari usia keehamilan.

    ·         Tidak dirasakan adanya tanda-tanda gerakan janin, balotemen negative kecuali pada mola parsial.

    ·         Amenore

    ·         Pengeluaran gelembung mola

     

    5.      Pemeriksaan Klinis

    ·         Palpasi abdomen Teraba uterus membesar,tidak teraba bagian janin, gerakan janin, dan balotemen
    ·         Auskultasi Tidak terdengar DJJ
    ·         Periksa dalam vagina uterus membesar, Bagian bawah uterus lembut dan tipis, serviks terbuka dapat diketemukan gelembung MH, perdarahan, sering disertai adanya Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO)
    ·         Pemeriksaan dengan sonde uterus (Acosta Sison) MH hanya ada gelembung-gelembung yang lunak tanpa kulit ketuban  sonde uterus mudah masuk sampai 10 cm tanpa adanya tahanan
    ·         Pemeriksaan radiologi
    Ø  Foto Abdomen MH tidak tampak kerangka janin. Dilakukan setelah umur kehamilan 16 minggu.
    Ø  Amniografi/histerografi  cairan kontras lewat transabdominal / transkutaneus atau transervikal kedalam rongga uterus, akan menghasilkan amniogram atau histerogram yang khas pada kasus MH, yang disebut sebagai sarang tawon/typical honeycomb pattern/honeycomb
    ·         USG
    Ø  Typical Molar Pattern/Classic Echogram Pattern,pola gema yang difus gambaran seperti badai salju/kepingan salju.
    Ø  Atypical molar pattern/Atypical echogram pattern, adanya perdarahan diantara jaringan mola.
    Ø  MH KOMPLIT tidak didapatkan janin, MH PARSIAL Plasenta yang besar dan luas, kantong amnion kosong atau terisi janin. Janin masih hidup dengan gangguan pertumbuhan & kelainan kongenital, atau sudah mati
    Ø  Kista Teka Lutein Ovarium (KTLO), biasanya besar, multilokuler, dan sering bilateral.
    ·         PEMERIKSAAN HCG (HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN) kadar HCG yang tetap tinggi & naik cepat setelah hari ke 100 (dihitung sejak gestasi / hari pertama haid terakhir )

    6.      Komplikasi
    Komplikasi yang dapat terjadi antara lain : Perdarahan hebatAnemiaSyokInfeksiPerforasi uterusKeganasan

    7.      Penanganan
    8.      Perbaikan Keadaan Umum
    Ø  Koreksi dehidrasi
    Ø  Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 gr% atau kurang)
    Ø  Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum, diobati sesuai dengan protokol penanganan di bagian obstetri & ginekologi.
    Ø  Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis,  dikonsul ke bagian penyakit dalam.
    9.      Kuretase
    Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah rutin, kadar beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar spontan.
    Ø  Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
    Ø  Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dektrose 5%.
    Ø  Kuretase dilakukan 2 kali dengan intervval minimal 1 minggu.
    Ø  Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim  ke laboratorium PA.
    10.  Histerektomi
    Syarat melakukan histerektomi adalah :
    Ø  umur ibu 35 tahun atau lebih.
    Ø  Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau  lebih.
    11.  Pemeriksaan Tindak Lanjut
    Ø  Lama pengawasan 1-2 tahun
    Ø  Selama pengawasan, pasien dianjurkan unntuk memakai kontrasepsi kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan setiap kali pasien datang untuk kontrol.
    Ø  Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan seetiap minggu sampai ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
    Ø  Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan settiap bulan sampai ditemukan kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.
    Ø  Bila telah terjadi remisi spontan (kadaar beta HCG, pemeriksaan fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien tersebut dapat berhenti menggunakan kontrasepsi dan dapat hamil kembali.
    Ø  Bila selama masa observasi, kadar beta  HCG tetap atau meningkat dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.


    MOLA HIDATIDOSA
    Pengertian
    http://akd3b.files.wordpress.com/2010/06/26453_1296332736651_1480339832_30877091_2413793_n1.jpg?w=570









    Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan.
    (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 238)
    Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
    Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.
    (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
    Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
    Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325).
    Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)

    Etiologi
    Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah :
    a.Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan.
    b.Imunoselektif dari tropoblast
    c.Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
    d.Paritas tinggi
    e.Kekurangan protein
    f.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
    (Mochtar, Rustam ,1998 : 238)

    Patofisiologi
    Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
    a.Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
    b.Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
    Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
    Teori missed abortion. 
    Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.
    Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
    Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai 
    degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima.
    Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan.
    (Silvia, Wilson, 2000 : 467)

    Gambaran Klinik
    http://akd3b.files.wordpress.com/2010/06/mola-komplit.jpg?w=255&h=300Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa adalah :
    a.Amenore dan tanda-tanda kehamilan
    b.Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
    c.Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
    d.Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
    e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
    (Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
    Anatomi Fisiologi
    Anatomi
    Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164)
    Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
    a).Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterina
    b).Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
    c).Isthmus : terletak antara badan dan serviks
    Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna
    Ligamentum pada uterus :
    Ligamentum teres uteri : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.
    Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.
    Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.
    Fisiologi
    Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.
    Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.
    (Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
    Tes Diagnostik
    a.Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin
    b.Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
    c.Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 bulan
    d.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janin
    e.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udara
    f.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
    (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
    Penatalaksanaan Medik
    Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
    a.Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
    b.Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan :
    Evaluasi klinik dengan fokus pada :
    Riwayat haid terakhir dan kehamilan
    Perdarahan tidak teratur atau spotting
    Pembesaran abnormal uterus
    Pelunakan serviks dan korpus uteri
    Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin
    Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson
    c.Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
    d.Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
    e.Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun.
    Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu :
    Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
    Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai
    Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi
    Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi
    Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu
    Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi
    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
    Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
    Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
    Pengkajian
    Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
    Biodata
    Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat
    Keluhan utama
    Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang
    Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
    Riwayat kesehatan sekarang
    Yait keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
    Riwayat kesehatan masa lalu
    Riwayat pembedahan
    Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan, kapan, oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
    Riwayat penyakit yang perna dialami
    Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinari, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
    Riwayat kesehatan keluarga
    Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
    Riwayat kesehatan reproduksi
    Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
    Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
    Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
    Riwayat seksual
    Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.
    Riwayat pemakaian obat
    Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.
    Pola aktivitas sehari-hari
    Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
    Pemeriksaan fisik, meliputi :
    Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidu.
    Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
    Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
    Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus
    Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor
    Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
    Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya
    Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan, massa atau konsolidasi
    Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
    Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar
    Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
    (Johnson & Taylor, 2005 : 39)
    Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear
    Keluarga berencana
    Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
    Data lain-lain
    Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.
    Data psikososial
    Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
    Status sosio-ekonomi
    Kaji masalah finansial klien
    Data spiritual
    Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.
    Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
    Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan :
    Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan
    Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
    Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
    1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
    2.Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
    3.Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
    4.Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
    5.Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
    6.Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
    7.Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
    8.Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
    Intervensi
    Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
    Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
    Tujuan :
    1.Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
    2.meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
    Langkah-langkah penyusunan :
    1.menetapkan prioritas masalah
    2.merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
    3.menentukan rencana tindakan keperawatan
    DIAGNOSA I
    Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
    Tujuan :
    Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang dengan kriteria :
    Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
    Ekspresi wajah tenang
    TTV dalam batas normal
    Intervensi :
    1.Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
    Rasional :
    Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
    2.Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
    Rasional :
    Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
    3.Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
    Rasional :
    Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
    4.Beri posisi yang nyaman
    Rasional :
    Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
    5.Kolaborasi pemberian analgetik
    Rasional :
    Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan
    DIAGNOSA II
    Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
    Tujuan :
    Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri dengan kriteria :
    Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
    Klien nampak rapi dan bersih
    Intervensi :
    1.Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
    Rasional :
    Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
    2.Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
    Rasional :
    Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat
    3.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
    Rasional :
    Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
    4.Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien
    Rasional :
    Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
    DIAGNOSA III
    Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
    Tujuan :
    Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu dengan kriteria :
    Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
    Konjungtiva tidak anemis
    Intervensi :
    1.Kaji pola tidur
    Rasional :
    Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya
    2.Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
    Rasional :
    Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
    3.Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
    Rasional :
    Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
    4.Batasi jumlah penjaga klien
    Rasional :
    Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
    5.Memberlakukan jam besuk
    Rasional :
    Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
    6.Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
    Rasional :
    Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur
    DIAGNOSA IV
    Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
    Tujuan :
    Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas dengan kriteria :
    Tanda-tanda vital dalam batas normal
    Klien tidak mengalami komplikasi
    Intervensi :
    1.Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
    Rasional :
    Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa
    2.Pantau suhu lingkungan
    Rasional :
    Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
    3.Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
    Rasional :
    Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
    4.Berikan kompres hangat
    Rasional :
    Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh
    5.Kolaborasi pemberian obat antipiretik
    Rasional :
    Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
    DIAGNOSA V
    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
    Tujuan :
    Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang dengan kriteria :
    Ekspresi wajah tenang
    Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
    Intervensi :
    1.Kaji tingkat kecemasan klien
    Rasional :
    Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
    2.Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
    Rasional :
    Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan
    3.Mendengarkan keluhan klien dengan empati
    Rasional :
    Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan
    4.Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
    Rasional :
    menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya
    5.Beri dorongan spiritual/support
    Rasional :
    Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
    DIAGNOSA VI
    Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
    Tujuan :
    Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi dengan kriteria :
    Nafsu makan meningkat
    Porsi makan dihabiskan
    Intervensi :
    1.Kaji status nutrisi klien
    Rasional :
    Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
    2.Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
    Rasional :
    Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia
    3.Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
    Rasional :
    Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
    4.Timbang berat badan sesuai indikasi
    Rasional :
    Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
    5.Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
    Rasional :
    Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
    DIAGNOSA VII
    Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
    Tujuan :
    Klien akan terbebas dari infeksi dengan kriteria :
    Tidak tampak tanda-tanda infeksi
    Vital sign dalam batas normal
    Intervensi :
    1.Kaji adanya tanda-tanda infeksi
    Rasional :
    Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
    2.Observasi vital sign
    Rasional :
    Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh
    3.Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
    Rasional :
    Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
    4.Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
    Rasional :
    Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeksi
    DIAGNOSA VIII
    Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
    Tujuan :
    Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi dengan kriteria :
    Hb dalam batas normal (12-14 g%)
    Turgor kulit baik, vital sign dalam batas normal
    Tidak ada mual muntah
    Intervensi :
    1.Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
    Rasional :
    Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
    2.Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
    Rasional :
    Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial
    3.Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah
    Rasional :
    Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
    4.Berikan cairan intravena, produk darah
    Rasional :
    Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
    5.Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
    Rasional :
    Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan

    DAFTAR PUSTAKA

    1)            Brudenell, Michael. 1996. Diabetes pada KehamilanJakarta : EGC
    2)            Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri WilliamsJakarta : EGC
    3)            Gray, Huon H [et.al..]. 2009. KardiologiJakarta : Penerbit Erlangga
    4)            Harrison . 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit DalamJakarta : EGC
    5)            Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu KebidananJakarta : YBP – SP
    6)            Mansjoer A,et al. 2001. Kapita SelektaJakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
    7)            Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan NeonatalJakarta : YBP-SP
    8)            Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri  & GinekologiJakarta : Penerbit Erlangga.
    9)            Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
    10)        Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo, Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. SurabayaAirlangga University Press, 2001; 456-70.
    11)        Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
    12)        Chalik TMH. Hemoragi Utama Obstetri dan GinekologiJakarta: Widya Medika, 1997; 109-26.
    13)        WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
    19)        Suryani E. Solusio Plasenta di RSUP. Dr.M.Djamil padang selama 2 tahun (1 Januari 2002-31 Desember 2004). Skipsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, 2004; 1-40.
    21)        Blumenfelt M, Gabbe S. Placental Abruption. In: Sciarra Gynecology and Obstetrics; Revised Ed, 1997. Philadelphia: Lippincott Raven Publ, 1997; 1-17.
    22)        K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003
    23)        Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC

0 komentar:

Posting Komentar