DIABETES MELITUS GESTASIONAL
1. PENDAHULUAN
Pada
wanita hamil terjadi perubahan- perubahan fisiologis yang berpengaruh terhadap
metabolisme karbohidrat karena adanya
hormon plasenta yang bersifat resistensi terhadap insulin, sehingga kehamilan
tersebut bersifat diabetogenik. Dengan meningkatnya umur kehamilan, berbagai
faktor dapat mengganggu keseimbangan
metabolisme karbohidrat sehingga terjadi
gangguan toleransi glukosa.1
Adanya
suatu bentuk diabetes melitus (DM) yang hanya ditemukan saat kehamilan dan
kemudian menghilang setelah persalinan telah disinggung oleh Duncan (dikutip oleh Adam) sejak satu abad
yang lalu. Walaupun demikian barulah pada tahun 1980 WHO mengakui diabetes melitus
gestasi (DMG) sebagai suatu bentuk diabetes tersendiri.1
Diabetes melitus gestasional (DMG)
didefinisikan sebagai suatu keadaan intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan
derajat yang bervariasi yang terjadi atau pertama kali ditemukan pada saat
kehamilan berlangsung.1,6 Dengan definisi ini tidak lagi
dipersoalkan apakah penderita mendapat
pengobatan insulin atau dengan diet saja, demikian pula apakah gangguan
toleransi glukosa kembali normal atau
tidak setelah persalinan.1-5
2. INSIDENS
Insidens DMG bervariasi antara 1,2 –
12%. 1 Kepustakaan lain
mengatakan 1 – 14%.4,6 Di Indonesia insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%.5
Perbedaan insidens DMG ini terutama
disebabkan oleh karena perbedaan kriteria
diagnosis materi penyaringan yang
diperiksa. 1,4 Di Amerika
Serikat insidens kira-kira 4%.6,7
Kejadian DMG juga sangat erat
hubungannya dengan ras dan budaya seseorang. Contoh yang khas adalah DMG pada
orang kulit putih yang berasal dari Amerika bagian barat hanya 1,5-2% sedangkan
penduduk asli Amerika yang berasal dari barat daya Amerika mempunyai angka kejadian sampai 15%. Pada
ras Asia , Afrika –Amerika dan Spanyol insidens
DMG sekitar 5-8% 7
sedangkan pada ras Kaukasia sekitar 1,5%.
3. PATOFISIOLOGI.
Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan KH yang menunjang
pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapar
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam
darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai
janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
Pengendalian
kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi
makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan
insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali
dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan.
Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah
dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah
ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin sehingga ia
relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron,
kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen.
Kadar kortisol plasma wanita hamil
meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan
kebutuhan insulin menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan human plasenta
laktogen (HPL) yang dihasilkan oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip
pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai
dengan umur kehamilan. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin pada sel
sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan dalam
pengendalian diabetes1,7,8.
Mekanisme
resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat kompleks. Kitzmiller,
1980 (dikutip oleh Moore )
telah mempublikasikan suatu pengamatan menyeluruh mekanisme endokrin pada
pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan yakni plasenta mempunyai
peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan hormon steroid
yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh
Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena
rusaknya reseptor insulin bagian distal
yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore ) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP)
pada tes glukosa oral dengan tes glukosa
oral pada kehamilan
normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin
berperanan menjadi sebab terjadinya DMG1,2,9
Faktor-faktor di atas dan mungkin
berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan merupakan suatu keadaan yang
mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada sebagian besar wanita
hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan meninggikan
kemampuan sekresi insulin oleh sel beta. Pada sebagian kecil wanita hamil,
kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin,
dengan demikian terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.
4. KLASIFIKASI
Perkembangan ilmu kedokteran makin
meningkat dalam berbagai aspek yaitu
etiologi, patogenesis diagnosis, pengobatan dan pencegahan. Sejalan dengan
perkembangan tersebut berbagai kriteria
diagnosis dan klasifikasi DM
bermunculan. Oleh WHO “expert committee
on diabetes mellitus” tahun 1980 telah dibuat suatu klasifikasi DM
berdasarkan etiopatologi, yang kemudian diperluas pada tahun 1985 9,10
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes
melitus di Indonesia
Tahun 2002 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:11
Tipe 1 ● (Destruksi
sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
● Autoimun
● Idiopatik
Tipe 2 ● (Bervariasi
mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif
sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi
insulin)
Tipe lain ● Defek genetik fungsi sel beta
● Defek genetik kerja insulin
● Penyakit eksokrin pankreas
● Endokrinopati
● Karena obat atau zat kimia
● Infeksi
● Sebab imunologi yang jarang
● Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan
DM
Diabetes melitus gestasional
Catatan : Diabetes melitus pada sirosis hati belum bisa
di kelompokkan ke dalam
klasifikasi diatas karena mekanismenya belum dapat ditentukan
dengan pasti.
Keadaan
ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya
perlangsungan penyakit.3 Priscilla
White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi White yang sangat terkenal sampai saat ini.1
Klasifikasi ini terutama menitikberatkan pada umur saat diketahuinya DM, lamanya
mengidap DM dan adanya komplikasi vaskuler khususnya retino-renal.1,12,.13
Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk
meramalkan prognosis perinatal dan untuk
menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara
tajam pada semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang
terutama untuk menggambarkan dan
membandingkan populasi DM hamil.3,13
Klasifikasi
White menekankan bahwa kerusakan target organ khususnya mata, ginjal, jantung
mempunyai akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang direkomendasikan
oleh “American College of Obstetricians and
Gynecologists” pada tahun 1994 adalah klasifikasi sebagai berikut :2
Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan) 2,3,13,14
Class
|
Onset
|
Fasting Plasma Glucose
|
2-hour postprandial Glucose
|
Therapy
|
A1
A2
|
Gestational
Gestational
|
< 105 mg/dL
> 105 mg/dL
|
< 120 mg/dL
> 120 mg/dL
|
Diet
Insullin
|
Class
|
Age of Onset (yr)
|
Duration (yr)
|
Vascular Disease
|
Therapy
|
B
C
D
F
R
H
|
Over 20
10 - 19
Before 10
Any
Any
Any
|
< 10
10 -19
> 20
Any
Any
Any
|
None
None
Benign Retinopathy
Nephropathy*
Proliperative retinopathy
Heart
|
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
|
Selanjutnya
Pyke dari Kings College Hospital London
membuat klasifikasi yang sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga
kelompok, yaitu :1,3
1. Mereka yang
DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.
2. DM pragestasi
yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.
3. DM pragestasi
yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan
penyakit
jantung koroner.
5. KRITERIA DIAGNOSIS
Secara
klinis diagnosis DM dapat dilakukan oleh adanya gejala yang khas, yaitu : rasa
haus berlebihan, sering kencing, sering mengalami infeksi berulang, berat badan
turun tanpa sebab yang jelas. Dengan adanya hiperglikemia pada satu kali
pemeriksaan glukosa plasma sewaktu sesuai dengan “study group” WHO 1985. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) diperlukan
apabila glukosa sewaktu tidak jelas
menunjukkan diagnosis DM.13
A. Kriteria diagnosis ADA
1997 15,16
Sampai
akhir tahun 1997 kriteria diagnosis yang dipakai adalah kriteria WHO tahun
1980/1985.Mulai akhir tahun 1997 American
Diabetes Association (ADA ) memperkenalkan kriteria diagnosis DM yang baru. Perbedaan utama
dengan kriteria diagnosis WHO 1985 hanya pada kadar glukosa plasma puasa saja.
WHO 1985 memberikan batasan glukosa plasma puasa untuk DM adalah > 140
mg/dl, pada kriteria ADA
kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dl.16
Perubahan
kriteria ini didasarkan pada alasan bahwa :
1. Pengukuran
glukosa plasma puasa lebih mudah dilakukan.
2. Melakukan
TTGO tidak praktis dan perlu waktu untuk menguji.
3. Komplikasi
kronik pada mata berupa retinopati lebih banyak berhubungan dengan
kadar glukosa plasma puasa
B. Kriteria diagnosis WHO 1999 15,16
Tahun 1999 WHO melakukan perubahan
kriteria diagnosis DM yang merupakan perbaikan dari kriteria yang dibuat oleh
NDDG (National Diabetes Data Group) dan WHO tahun 1985 yang pada dasarnya mengikuti ADA 1997 dengan
menurunkan kadar glukosa plasma puasa.
Setelah pertemuan “expert committee on the diagnosis and
classification of diabetes mellitus” yang melaporkan bahwa diagnosis DM
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu ;15,16
1. Glukosa
plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L )
2. Glukosa
plasma puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol/L)
3. Kadar glukosa
plasma 2 jam setelah beban glukosa 75 gram yaitu > 200 mg/dl
(11,1 mmol/L)
Kriteria baru diagnosis diabetes menurut ADA 1997 dan WHO1999
|
|||||
|
|
|
|
|
|
Glukosa plasma dalam
mg/dl
|
|
|
|
||
|
Puasa
|
TTGO
|
Sewaktu
|
Gejala
|
|
|
|
ADA 1997
|
|
|
|
Normal
|
< 110
|
-
|
-
|
-
|
|
DM
|
> 126
|
-
|
-
|
-
|
|
IFG/GDPT
|
110 - 126
|
-
|
-
|
-
|
|
|
|
WHO 1999
|
|
|
|
Normal
|
< 110
|
-
|
-
|
-
|
|
DM
|
|
|
|
|
|
1
|
> 126
|
-
|
-
|
-
|
|
2
|
-
|
> 200
|
-
|
-
|
|
3
|
-
|
-
|
> 200
|
3P,
|
|
|
|
|
|
BB trn
|
|
TGT
|
-
|
140 - < 200
|
-
|
-
|
|
Keterangan : IFG = Impaired
Fasting Glucose
GDPT = Glukosa darah puasa
terganggu
TGT = Toleransi glukosa terganggu
5. SKRINING (PENYARINGAN) DMG
Sedikitnya
ada tiga alasan mengapa penyaringan DMG perlu dilaksanakan. Keadaan
hiperglikemia pada ibu dapat mengakibatkan : 5
a. Angka
kesakitan pada ibu sendiri yang tinggi dibandingkan populasi normal
b. Angka
kesakitan dan kematian perinatal yang meningkat
c. Ternyata
mereka dengan riwayat DMG sebelumnya merupakan resiko tinggi untuk
menjadi DM di kemudian hari
MATERI PENYARINGAN
Sejak
lama terdapat pertentangan apakah semua wanita hamil harus di lakukan
penyaringan DMG atau cukupkah penyaringan hanya pada mereka yang dianggap
kelompok risiko tinggi saja.5
Skrining pada semua wanita hamil merupakan cara yang paling ideal, namun
kita perlu mengakui cara ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi.1,5
Sebaliknya
jika penyaringan hanya pada mereka yang dianggap risiko tinggi ternyata
sebagian wanita DMG tidak akan ikut terjaring. Adam melaporkan hasil
penyaringan di Ujung Pandang
pada dua periode yang berbeda dan mendapatkan insiden DMG lebih tinggi pada
kelompok risiko tinggi. Dari 42 wanita DMG yang ditemukan pada penyaringan
periode kedua ternyata 29 wanita hamil termasuk risiko tinggi dan 13 sisanya
tidak tergolong risiko tinggi. Dengan kata lain apabila penyaringan hanya
dilakukan pada wanita yang tergolong risiko tinggi, 31% penderita tidak terjaring.
Oleh karena itu hampir semua sepakat bahwa penyaringan untuk DMG harus
dilakukan pada semua wanita hamil.5
Faktor Risiko DMG
1,2,3,5,7,11
|
|
|
||
Riwayat
kebidanan mencurigakan
|
|
|||
Beberapa kali
keguguran
|
|
|
||
Riwayat
pernah melahirkan anak mati tanpa sebab
jelas
|
||||
Riwayat
pernah melahirkan bayi dengan cacad bawaan
|
||||
Pernah
melahirkan bayi ≥ 4000 gram
|
|
|||
Pernah
keracunan kehamilan
|
|
|||
Polihidramnion
|
|
|
|
|
Riwayat ibu
yang mencurigakan
|
|
|
||
Umur ibu
hamil > 30 tahun
|
|
|
||
Riwayat DM
dalam keluarga
|
|
|
||
Pernah DMG
pada kehamilan sebelumnya
|
||||
Obesitas
|
|
|
|
|
Berat badan
ibu waktu lahir > 5 kg
|
|
|||
Infeksi
saluran kemih berulang-ulang selama hamil
|
||||
WAKTU PENYARINGAN
Penyaringan DMG yang dilakukan pada
umur kehamilan muda akan memberikan hasil tes nagetif yang terlalu tinggi,
sebaliknya pada kehamilan yang terlalu tua mengakibatkan keterlambatan
pengobatan pada mereka yang DMG. Beberapa peneliti menganjurkan
penyaringan sebaiknya dimulai pada umur
kehamilan 24 – 28 minggu. Pada mereka yang mempunyai faktor risiko yang sangat
mencurigakan sebaiknya penyaringan dilakukan pada pertemuan pertama dan diulang
kembali pada minggu gestasi ke- 24-28 apabila hasil tes negatif. Konsensus
PERKENI menganjurkan penyaringan dilakukan sejak pertemuan pertama dengan
setiap pasien hamil.4,5,6,11
CARA PENYARINGAN
Terdapat
dua macam cara penyaringan yaitu satu tahap dan dua tahap. Penyaringan satu
tahap. adalah cara WHO. Sedangkan
penyaringan dua tahap dikenal dengan cara O’Sullivan-Mahan
1. Cara WHO 4,5,6,7
Penyaringan menurut WHO sama dengan
populasi bukan wanita hamil. Dalam keadaan berpuasa pada pagi hari, diambil
contoh darah kemudian diberikan beban glukosa 75 gram. Contoh darah berikutnya
diperiksa dua jam setelah beban glukosa. Kriteria diagnosis yaitu ≥ 126 mg%
atau/dan dua jam ≥ 200 mg%. Yang mempunyai kadar glukosa darah puasa antara
110-126 mg% dan dua jam antara 140-200 mg% disebut toleransi glukosa terganggu.
Khusus untuk wanita hamil yang tergolong toleransi glukosa terganggu pun harus
dikelola sebagai DM.
2. Cara O’Sullivan- Mahan
Tes Tantangan
Glukosa (TTG) 4,5,7
Cara O’Sullivan-Mahan
terdiri atas dua tahap yaitu TTG dan TTGO. Semua wanita hamil yang datang untuk
penyaringan baik dalam keadaan puasa atau tidak diberikan beban glukosa 50 gram
yang dilarutkan dalam 200 ml air dan segera diminum. Satu jam kemudian diambil
contoh darah plasma vena untuk periksa kadar glukosa darah. Apabila kadar
glukosa plasma vena;
- < 140 mg% maka tes dinyatakan negatif
- ≥ 140 mg% maka tes dinyatakan positif
(catatan: ada yang menganggap pada keadaan
puasa ≥ 130 mg%, keadaan tidak puasa ≥ 140
mg%)
- ≥ 200 mg% maka tidak perlu lagi melakukan
TTGO, tetapi langsung dianggap DMG
dan
segera mendapat pengobatan.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)4,5,7
Persiapan untuk melakukan tes
toleransi glukosa sama dengan persiapan pada TTGO pada umumnya. Pasien harus
makan yang mengandung cukup karbohidrat beberapa hari sebelumnya. Semalam
sebelumnya harus berpuasa selama 8-12 jam. Tes dilakukan pada pagi hari dalam
keadaan puasa. Diambil contoh darah kemudian diberikan minnum glukosa 100 gram
yang dilarutkan dalam 200 ml air. Pengambilan contoh darah berikutnya dilakukan
pada satu, dua dan tiga jam setelah pemberian. Kadar normal adalah puasa < 105 mg%, satu jam < 190
mg%, dua jam < 165 mg% dan tiga jam 145 mg%. Disebut DMG apabila sedikitnya
ditemukan dua angka yang abnormal.
Kesepakatan PERKENI5
Pada
pertemuan PERKENI, untuk kemudahan dipakai cara penyaringan satu tahap saja
sesuai yang dianjurkan WHO, dengan modifikasi glukosa darah yang diperiksa
hanya glukosa darah 2 jam sesuai beban glukosa 75 gram, kriteria diagnosis
sesuai dengan WHO.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
DMG sebaiknya dilaksanakan secara terpadu antara seorang ahli penyakit dalam,
ahli obstetri, ahli gizi dan dokter spesialis anak. Tujuan pengobatan adalah
untuk menurunkan angka kesakitan maternal, kesakitan dan kematian perinatal dan
hanya dapat tercapai apabila keadaan normoglikemia dicapai dan dipertahankan
selama kehamilan sampai persalinan.5,16
Sasaran normoglikemia
pada DMG adalah kadar glukosa plasma vena puasa
< 105 mg% dan dua jam sesudah makan < 120 mg%. Untuk mencapainya dapat
dilakukan dengan :4,5,6,7,18
a. Pengaturan
diet yang sesuai dengan kebutuhan yang diatur oleh ahli gizi.
b. Memantau
glukosa darah sendiri di rumah dan edukasi
c. Pemberian
insulin bila belum tercapai normoglikemia dengan diet
Pengaturan diet 5,7,11,18
Diet merupakan tahap awal penting
pada penatalaksanaan DMG dan bertujuan
a) mencapai
normoglikemia dan
b) untuk
menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan janin yang optimal.
Perlu selalu diingat bahwa menyusun diet pada
DMG tidak semata-mata untuk mencapai normoglikemia, tetapi pengaturan diet baik
jumlah kalori maupun komposisi makanan harus diperhitungkan untuk pertumbuhan
janin agar menghasilkan bayi yang sehat.
1. Jumlah kalori
dan komposisi makanan
Jumlah
kalori yang dibutuhkann antara 30-35 kcal/kg berat badan ideal yang
diperhitungkan dengan menggunakan indeks
Broca (1800 – 2500 kcal/hari). Jumlah kalori ini terdiri atas 60-70% hidrat
arang, 10-15% protein dan sisanya lemak 20-25%. Jumlah kalori tersebut
diberikan dalam enam kali makan .
2. Memantau
diabetes terkendali
Di klinik yang maju, semua pasien
DMG diajar untuk memantau glukosa darah sendiri di rumah. Pemantauan glukosa
darah mandiri (PGDM) tampaknya lebih unggul dibandingkan pemantauan intermiten
di rumah sakit. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau
pemicu sekresi insulin. Hal ini mempermudah mencapai normoglikemia dan bagi mereka yang mendapat tambahan
insulin akan memberikan keuntungan untuk mencegah reaksi hipoglikemia berat.
Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi tergantung pada terapi. Waktu yang bermanfaat
untuk pemantauan adalah saat sebelum makan dan waktu tidur (untuk menilai
risiko hipoglikemia), 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa
selama sehari), diantara siklus tidur (untuk menilai adanya hipoglikemia
nokturnal yang kadang tanpa gejala), dan ketika mengalami gejala seperti hypoglicemic spells. Disamping itu
dilakukan juga pemeriksaan HbA1c secara
berkala setiap 8 - 12 minggu untuk menilai efek terapi sebelumnya. Kriteria
pengendalian DM baik bila HbA1c < 6,5%, sedang bila 6,5 – 8% dan buruk bila
> 8%. Pemeriksaan dianjurkan sedikitnya 2 kali setahun4,5,7,11
3. Insulin
Jika dengan pengaturan makan selama
dua minggu tidak mencapai sasaran normoglikemia maka insulin harus segera dimulai.
Pasien DMG yang ditemukan setelah umur kehamilan 28 minggu dengan kadar glukosa darah puasa. > 130
mg% dianjurkan agar segera dimulai dengan insulin oleh karena pengobatan
setelah 30 minggu sulit untuk mencegah hiperplasia sel beta dan
hiperinsulinemia janin.5
Umumnya insulin dimulai dengan dosis
kecil, dan meningkat dengan meningkatnya usia kehamilan. Insulin yang dipakai
adalah human insulin. DMG dengan hiperglikemia hanya pada pagi hari, cukup
diberikan suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur malam. Pasien dengan
hiperglikemia pada keadaan puasa maupun sesudah makan diberikan insulin
kombinasi kerja menengah dan kerja cepat, pagi dan sore hari. Dosis insulin diperkirakan
antara 0,5-1,5 U/kg berat badan, 2/3 diberikan pagi hari dan 1/3 pada sore
hari. Hanya pada keadaan tertentu dimana belum terkendali dengan pemberian 2
kali perlu diberikan 4 kali sehari yaitu 3 kali insulin kerja cepat ½ jam
sebelum makan dan insulin kerja menengah pada malam hari sebelum tidur
Cara Pemberian Insulin Berdasarkan Kadar Glukosa Darah
Setelah Gagal Dengan Diet
Kadar glukosa darah Pemberian insulin
7.00 13.00 19.00 22.00
GDP tinggi, 2 jam sesudah
makan - - - M
normal
GDP dan 2 jam sesudah makan
tinggi
C – M
C – M
atau
C C C M
Catatan : C : Insulin kerja
cepat
M : Insulin kerja menengah
Kombinasi insulin kerja cepat
dan menengah biasanya diberikan 2/3 dosis pagi
dan 1/3 dosis sore hari
PENANGANAN OBSTETRI
Tujuan penanganan obstetri ibu DMG
pada trimester tiga kehamilan adalah untuk mencegah terjadinya KJDR dan
asfiksia dan juga meminimalkan morbiditas meternal yang berhubungan dengan
persalinan.
Pemantauan
ibu dan janin dilakukan dengan :18
- Pengukuran
tinggi fundus uteri.
- Mendengarkan
denyut jantung janin secara khusus memakai ultrasonografi (USG) dan
kardiotokografis (KTG).
- Penilaian
menyeluruh janin dilakukan dengan skor fungsi dinamik janin plasenta (FDJP).
Skor
< 5 merupakan tanda gawat janin. Penilaian ini dilakukan setiap minggu
sejak umur kehamilan 36 minggu. Adanya
makrosomia, pertumbuhan janin terhambat
(PJT)
dan gawat janin merupakan indikasi untuk malakukan persalinan secara seksio
sesarea.
- Pada saat
seksio sesarea, penatalaksanaan ibu DMG dikerjakan seperti yang lazim pada
pasien DM dengan pembedahan
- Janin yang
sehat (skor FDJP > 6 ) dapat dilahirkan pada umur kehamilan 38 minggu
dengan persalinan biasa. Memperpanjang umur
kehamilan akan meningkatkan
insidens
fetal
makrosomia dan seksio sesarea sehingga
dianjurkan persalinan pada umur kehamilan 38
minggu. Ibu hamil DMG
tidak
perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu
diperhatikan gerak janin (normal > 12
kali/12 jam).
- Bayi dari ibu
yang DMG memerlukan perawatan khusus.
- Bila
diperlukan terminasi kehamilan harus dilakukan amniosentesis dahulu untuk
memastikan kematangan paru janin (bila umur
kehamilan < 38 minggu).
- Kehamilan
dengan DMG yang berkomplikasi (hipertensi, preeklampsia, kelainan
vaskuler infeksi seperti glomerulonefritis,
sistitis, moniliasis) harus dirawat sejak umur
kehamilan 34 minggu. Pasien DMG yang
berkomplikasi biasanya memerlukan insulin.
Umumnya kadar gula darahnya mudah
terkendali, kecuali jika ada komplikasi.
PENANGANAN BAYI DARI IBU DMG 18,19
Bayi dari ibu DMG harus dikelola
sejak lahir dan dicegah terjadinya hipoglikemia ditambah dengan pemeriksaan
laboratorium yang penting untuk menegakkan diagnosis adanya kelainan pada bayi tersebut, yaitu :
- Kadar glukosa
serum tali pusat
selanjutnya ketika bayi berumur
1,2,4,8,12,24,36 dan 48 jam. Apabila kadar glukosa darah
dengan reflectance meter < 45 mg/dl, harus
diperiksa kadar glukosa serum.
- Kadar kalsium
dan magnesium
harus diperiksa pada umur 6, 12, 24, dan 48 jam.
- Hematokrit
harus diperiksa dari tali pusat dan
selanjutnya pada umur 4 dan 24 jam.
- Kadar serum
bilirubin
harus diperiksa bila bayi tampak kuning.
Kemungkinan –
kemungkinan yang dapat terjadi pada janin dan bayi dari ibu diabetes, yaitu:
makrosomia, kematian janin, trauma lahir dan asfiksia neonatal, penyakit
membrana hialin, kelainan bawaan, hipoglikemia, hopokalsemia dan hipomagnesemia,
hiperbilirubinemia,
polisitemia trombosis vena renalis.
PEMANTAUAN LANJUT
The
Fourth Workshop-Conference menyarankan agar
semua wanita DMG dilakukan tes
toleransi glukosa oral 75 gram 4-6
minggu setelah persalinan dan selanjutnya setiap 6 bulan sekali. Saran dilakukannya follow-up
postpartum karena 50% penderita DMG akan
berkembang menjadi DM tipe 2 dalam 5 -20 tahun.2,8 Perlindungan
obstetri melalui pemakaian kontrasepsi harus diterapkan pada penderita
DMG. Kontrasepsi oral
Estrogen-Progesteron dosis rendah atau alat kontrasepsi dalam rahim (ADR) dapat
dianjurkan pada penderita ini bila tidak ada kontra indikasi lainnya.2,4,6,8
Laporan Kasus
Ny.
M, 33 thn, GIVP0AIII, datang ke poliklinik obstetri RSWS dengan keluhan nyeri perut tembus belakang dan anak
dirasakan kurang goyang dan riwayat abortus 3 kali. Dari anamnesis diketahui HPHT tgl 17 -12 -2002, riwayat pemeriksaan
antenatal teratur, riwayat abortus 3 kali berturut-turut tanpa sebab yang jelas,
menikah selama 3 tahun. Riwayat penyakit DM dalam keluarga (+), riwayat gula
darah tinggi sebelum hamil (-).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum
baik, sadar, T : 120/80 mmHg, N : 90x /mnt, S : 36,90C, P : 20x/mnt.
Pemeriksaan luar : didapatkan TFU 4 jari bawah prosesus xifoideus, situs anak
memanjang, punggung kanan, bagian terendah kepala, His (+), DJJ : 12-12-11 TBJ : 4017 gr.
Pada
pemeriksaan dalam didapatkan vulva, vagina tidak ada kelainan, porsio lunak,
pembukaan 1 cm, ketuban (+). Bagian terendah kepala, ubun-ubun kecil belum
dapat dinilai, kepala belum masuk pintu atas panggul, panggul dalam kesan cukup
disertai pelepasan lendir. Diagnosis : GIVP0AIII, gravid 36 minggu 6 hari, inpartu
kala I fase laten + hidramnion + DM gestasional.
USG
obstetri : tampak janin tunggal, letak kepala, pu-ki, DJJ (+), gerakan (+),
dengan biometri janin : diameter biparietal : 8,8 cm, panjang femur : 6,9 cm, lingkar
perut : 37,6 cm, indeks cairan amnion 27 cm, plasenta di corpus anterior grade
I-II. Kesimpulan : hamil tunggal hidup, letak kepala, sesuai umur kehamilan 36-37
minggu + hidramnion.
Pemeriksaan
laboratorium : darah rutin dalam batas normal, kimia darah : asam urat 9,1
mg/dl, pemeriksaaan gula darah plasma puasa : 146 mg/dl, 1 jam 265 mg/dl, 2 jam
253 mg/dl. Contraction stress test (CST)
: baseline: 150 dpm, variabilitas : 3-5 dpm,
akselerasi : (-), deselerasi : (-) gerakan : T : 3x / 30 mnt, M : 2x / 30 mnt, kontraksi :
2x / 10 mnt, CST kesan : mencurigakan. Dilakukan CST ulangan + resusitasi intra
uterin namun hasilnya tetap mencurigakan
Dilakukan
tindakan resusitasi intra uterin kemudian seksio sesarea segera. Hasil bagi
perempuan, BB: 4040 gr, PB : 49 cm dengan nilai Apgar 8/10. Dilakukan
pengaturan diet oleh bagian gizi RSWS dan kontrol gula darah setelah operasi,
normal. Diagnosis akhir partus aterm + hidramnion + DMG + anak besar. Setelah 5
hari perawatan ibu dan bayi pulang dalam keadaan baik. Dianjurkan untuk kontrol
gula darah pada mingg 4-6 post partum namum penderita tidak datang.
Pada
kasus ini diagnosis DMG ditegakkan berdasarkan pemeriksaan gula darah pada
kunjungan pertama di poliklinik saat umur kehamilan 36 minggu 6 hari dan tidak
didapatkan riwayat DM sebelum hamil. Adanya riwayat abortus 3 kali dan
hidramnion pada pemeriksaan USG mengarahkan pada diagnosis DM gestasi. Hal ini
terbukti setelah dilakukan pemeriksaan skrining DM dengan cara WHO ternyata
hasilnya positif. Saat dilakukan CST, hasilnya mencurigakan, dan diulangi
disertai dengan resusitasi intra uterine hasilnya tetap sama, akhirnya dianjurkan
untuk dilakukan seksio sesarea mengingat janin yang kemungkinan makrosomia dan
ibu dengan riwayat obstetri yang buruk. Dilakukan kontrol gula darah tiap hari
setelah operasi ternyata normal. Hal ini membuktikan bahwa pasien ini DM
gestasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam
JMF, editor. Skrining diabetes mellitus pada kehamilan.
Dalam
:Endokrinologi praktis. Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung
Pandang;
PT. Organon .1989 hal. 105 – 13.
2. Cunningham
FG, Gilstrap LC, Gant NF, Hauth JC, Leveno KJ, Wenstrom KD.
Diabetes.
In : Williams Obstetrics.21st ed. New York : Mc GrHill;2001.p.1359 – 81.
3. Dutta
DC. Gestational Diabetes. In : Konar H, editor. Text book of obstetrics
including
perinatology
and contracepcion. 4th ed. Calcutta : New central
book agency (p)Ltd
;1998. p. 301 – 2
4. Diabetes forum. Treatment gestational
diabetes mellitus. Avalaible from : diabetes-
forum.net/cgi-bin/display_engine.pl?category_id=6&content_id/html.Accessed
5. Adam JMF. Diagnosis dan penatalaksanaan
diabetes mellitus gestasional. Dalam : Noer
HMS at al, eds. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Edisi 3. Jakarta
: Balai
penerbit FKUI. 1996. hal. 675 – 80.
6. The new england journal of medicine. Vol.
341 no. 23, Dec. 1999. Gestational diabetes
mellitus.Avalaible from : http/www. med.mc.ntu.edu.tw/~tm/journal/2000/0310.html.
Accessed September 29, 2003.
7. More TR.
Diabetes mellitus and pregnancy.
Avalaible from : http/www.
e-medicine.com.
Accessed September 5, 2003 .
8. Wiknjosastro GH, Hudono ST. Penyakit
endokrin Dalam : Wiknjosastro H Saifuddin
AB,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Jakarta : Yayasan bina pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 1997. hal. 518 -
30
9. More TR. Diabetes in pregnancy. In : Creasy
RK, Resnik R, editors. Maternal fetal
medicine principles and practice. 3rd ed. Philadelphia .
WB Sounders company;
1994. p. 934 – 71.
10. Darmono. Diagnosis dan klasifikasi
diabetes mellitus. Dalam : Noer HMS at al, eds.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid
I. Edisi 3. Jakarta
: Balai penerbit FKUI. 1996.
hal.
590 – 4.
11. Konsensus pengelolaan
diabetes melitus di Indonesia .
Perkumpulan Endokrinologi
12. Adam JMF. Klasifikasi
diabetes mellitus dengan kehamilan. Dalam : Endokrinologi
Praktis.
Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung
Pandang ; PT. Organon :
1989. hal.
97 - 104.
13. Benson RC. Diabetes mellitus.
In : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis &
Treatment. 5th ed. California : Lange medical publications;
1984. p. 901-6.
14. Gabbe SG. Diabetes mellitus.
In : Queenan JT editor. Management of high-risk
pregnancy.
Boston .
Blackwell scientific publications :
1994. p. 263 – 7
15. Sambo AP. Diagnostic criteria
of diabetes mellitus. In : Naskah lengkap simposium
diabetes mellitus dan dislipidemi. Makassar . Hotel Sedona, 12 – 13 Oktober 2002.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
cabang Makassar . 2002. p. 1 – 15.
16. Adam JMF. Detecting the asymptomatic hyperglycemia, the
role of general
practitioner. In : Naskah lengkap simposium
diabetes mellitus dan dislipidemi.
17. Diabetes forum. Pregnancy and
diabetes mellitus. Avalaible from : http/www.
diabetesforum.net/cgibin/display_engine.pl?category_id=13&content_id=207.
Accessed September 29, 2003 .
18. Saifuddin AB, Adriaanz G,
Wiknjosastro GH, Waspodo D. Diabetes mellitus
gestasional. Dalam : Buku
acuan nasional pelayanan kesehatan meternal
dan
neonatal. Jakarta :
JNPKKR-POGI bekerjasama dengan yayasan bina pustaka.
Sarwono Prawirohardjo; 2001. hal. 290 – 9.
19. Holt RI, Goddard JR, Clarke
P, Coleman MA. A postnatal fasting plasma glucose is
useful in determining which women with
gestational diabetes should undergo
a
postnatal oral glucose tolerance test. Diabet Med. 2003. Jul ; 20(7) : 594 – 8.
20. Madjid DA. Masalah bayi dari
ibu diabetes mellitus. Dalam : Adam JMF, editor.
Endokrinologi praktis. Diabetes mellitus,
tiroid, hiperlipidemi.Ujung Pandang.
PT Organon : 1989. hal. 120 – 6.
0 komentar: